Ass.wr.wbr Salam ! | Members area : Register | Sign in
About Me | Contact Us | Sitemap | Pasang Iklan
BERITA TERBARU:
SELAMAT DATANG DI BLOG FORUM MASYARAKAT ADAT DUMA DAMA JEWA BOMA [Moni-Mee Selatatan]
Click Me!
Click Me!

Menkes Resmikan Sejumlah Fasilitas Kesehatan di Papua

Peresmian bangunan antara lain gedung laboratorium kesehatan pusat rujukan HIV/AIDS, gedung Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) , dan gedung pengendalian AIDS, TBC dan malaria, serta rumah sakit bergerak Mamberamo Raya dilakukan saat peluncuran program peningkatan akses dan kualitas pelayanan HIV/AIDS di Papua.

Menkes dalam sambutannya menyatakan pemerintah secara bertahap terus menyediakan berbagai fasilitas khususnya untuk pengendalian AIDS sehingga kedepan penduduk Papua yang meninggal akibat virus tersebut secara bertahap berkurang.

"Virus AIDS hanya bisa dimusnahkan bila semua pihak bersatu termasuk peran serta tokoh agama dan tokoh masyarakat," tegas Menkes Nafsiah seraya menambahkan diperlukan adanya pendidikan disekolah tentang risiko yang akan dihadapi bila berperilaku yang berisiko.

Menurut dia, bagi mereka yang sudah terlanjur harus melakukan konseling secara terus- menerus dan melakukan semua yang disarankan oleh konselor serta pendekatan melalui kearifan lokal.

Sementara itu Pejabat Gubernur Papua, Syamsul Arief Rivai mengatakan, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat termasuk layanan kesehatan dan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih paripurna diperlukan SDM, sarana dan prasarana kesehatan yang mendukung.

Angka kasus kumulatif HIV/AIDS di Papua hingga Maret 2012 mencapai 12.187 kasus dan jumlah tersebut cenderung meningkat dalam 10 tahun terakhir dan masih didominasi kasus AIDS yang artinya keadaan pasein sudah ditemuian dalam keadaan sakit berat.

Padahal, kata Syamsul Rivai, dalam penanggulangan HIV/AIDS diharapkan mencapai target " three zero" yakni zero new infection, zero discrimination dan zero death relative AIDS.

Usai peresmian dan pengarahan oleh Menkes, acara kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab dan peninjauan terhadap sejumlah fasilitas kesehatan yang berada di kawasan RSUD Dok II Jayapura. (tp)

Bantuan Pertamina Untuk Kesehatan dan Pendidikan Masyarakat Merauke, Papua

  • Mengajar Sejumlah Siswa di Sekolah

    Bantuan tersebut dapat diharapkan keberadaan dan peran Pertamina di Tanah Papua, baik dalam upaya memenuhi kebutuhan BBM maupun tanggung jawab sosialnya. Senin (28/10).

  • Bantuan Air Bersih

    Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya (kiri) bersama Aster Kasad Mayjen TNI Meris Wiryadi (kanan) mencoba air bersih hasil penyaringan di pos perbatasan di distrik Sota, Merauke, Papua, Senin (28/10).

  • Mengajar Sejumlah Siswa di Sekolah

    Bantuan tersebut dapat diharapkan keberadaan dan peran Pertamina di Tanah Papua, baik dalam upaya memenuhi kebutuhan BBM maupun tanggung jawab sosialnya. Senin (28/10)
    Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya (kiri) bersama Aster Kasad Mayjen TNI Meris Wiryadi (kanan) mencoba air bersih hasil penyaringan di pos perbatasan di distrik Sota, Merauke, Papua, Senin (28/(Berita Daerah – Merauke) Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya (kiri) bersama Aster Kasad Mayjen TNI Meris Wiryadi (kedua kiri) berbincang dengan warga saat pemeriksaan kesehatan gratis di Distrik Sota, Merauke, Papua, Senin (28/10). Dengan bantuan tersebut diharapkan keberadaan dan peran Pertamina di Tanah Papua, baik dalam upaya memenuhi kebutuhan BBM maupun tanggung jawab sosialnya khususnya di Distrik Sota, Merauke ini dapat meningkatkan kecintaan masyarakat ujung timur perbatasan Indonesia ini kepada Pertamina dan juga NKRI.

Dana Kesehatan Papua Rp 2.5 M

kesehatan-papua


BERITA HEADLINE – JAYAPURA - Pemerintah Provinsi Papua tahun ini menggelontorkan Rp 2,5 miliar untuk pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP). Dalam tugasnya, lembaga ini berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten dan kota. Unit yang berada di bawah gubernur Papua ini juga bertugas memberikan sosialisasi kepada masyarakat hingga ke kampung-kampung untuk memahami hak mereka akah kesehatan.
Direktur Eksekutif UP2KP, Aloysius Giay menuturkan, lembaga ini juga menjadi perpanjangan tangan warga setempat terkait pelayanan kesehatan. Pihaknya akan membuka pengaduan hingga ke kampung agar masyarakat benqar-benar mendapat pelayanan kesehatan yang baik.
“Atas pengaduan masyarakat, kami akan langsung audit ke lapangan. Kami akan sosialisasi lewat media cetak dan elektronik, baliho dan sebagainya. Disini kita sudah ada telepon, fax, sudah ada imel,” ujar Aloysius Giay di Jayapura. Sementara, untuk diperdalaman, pihaknya akan membuka perwakilan.
“Kita akan buka perwakilan kami. Jadi yang pertama sekali kami akan ke daerah dan membuka regional kami. (Itu) sangat efektif. Yang penting komunikasi dibangun semua. Kita disini kan jalan kelompok profesional, juknisnya disiapkan. Bukan asal bicara,” tambah Aloysiua.
UP2KP dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 16/ 2013 tentang pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP). Selanjutnya, keputusan Gubernur Papua Nomor 176/ 2013 tentang keanggotaan UP2KP. UP2KP langsung dibawah pengawasan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Keanggotaan UP2KP terdiri dari berbagai kalangan, diantaranya tokoh adat, agama, masyarakat, perempuan, tenaga medis, akademisi, anggota dewan, LSM, pemuda, mahasiswa hingga pers.

Ironis, Pelayanan Kesehatan Buruk Banyak Orang Papua Mati

Kematian orang asli Papua awal tahun 2013 karena kekurangan pelayanan kesehatan meningkat drastis. Awal bulan April kita kanget mendengar 95 orang meninggal di Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat karena kelaparan dan wabah penyakit.

Lalu, di pertengahan bulan yang sama kita dengar lagi 61 orang meninggal di Yahokimo karena berbagai penyakit. Hal itu telah dimuat dalam http://tabloidjubi.com, Sebanyak 61 OAP (Orang Asli Papua) di pedalaman Yahukimo meninggal karena menderita berbagai penyakit . Data ini tercatat dari 15 Januari 2013 hingga akhir 30 Maret 2013.

Seorang Pastor John Djonga menyatakan,  mereka meninggal akibat menderita berbagai penyakit, seperti, sesak nafas, menceret, sakit ulu hati, cacingan, badan bengkak-bengkak, dan jantung bengkak. Pastor yang bertugas di pedalaman Pegunungan Tengah ini melanjutkan, pelayanan publik di pedalaman Papua sangat memprihatinkan.

Kematian ini mungkin yang terdata. Saya yakin, di wilayah lain di Papua terjadi juga hal yang sama. Mungkin di balik gunung sana. Ini terjadi karena pelayanan kesehatan di era Otonomi Khusus Papua sangat buruk. Mereka tidak pernah disentuh oleh pembangunan bidang kesehatan. Jangankan di pedalaman, pelayanan di kota saja sangat buruk.

Kesehetan sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap elemen yang kedudukannya strategis. Elemen yang paling utama memperhatikan  adalah pemerintahan daerah baik itu di tingkat provinsi maupn kabupaten.

Bukan hal kesehatan saja. Gizi bagi orang Papua sangat penting. Penyediaan bibit unggul  yang bergizi sangat penting. Juga, pendidikan atau keterampilan peternakan modern penting untuk kebutuhan gizi mereka. Lalu, air bersih juga sangat minim di sana. Sampai saat ini tidak banyak orang Papua nikmati air bersih. Hal ini disoroti juga oleh Wakil Uskup Timika di www.majalahselangkah.com edisi, 8 April 2013.

Untuk itu, saya harapkan kepada pemerintah di tanah Papua untuk pikirkan serius hak kesehatan rakyat Papua. Kesehatan yang baik dan menikmati layanan kesehatan dari pemerintah menjadi hak sebagai warga negara. Apalagi tragedi itu terjadi di saat dana trilyunan rupiah  dikucurkan ke Papua? Sangat ironis.

Mando Mote adalah Mahasiswa Papua

UP2KP Hadir untuk Rakyat, Menuju Papua Sehat 2018



Jayapura,MAJALAH SELANGKAH -- Untuk menuju Papua sehat 2018, salah satu program yang digagas oleh gubernur dan wakil gubernur provinsi Papua, Lukas Enembe dan Klemen Tinal menuju Papua yang mandiri yaitu dengan membentuk Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP).
Adalah mencoba menjawab akan kondisi buruknya derajat kesehatan di Provinsi Papua yang diikuti dengan minimnya status kesehatan ibu dan anak serta status gizi masyarakat yang rendah, naiknya angka penyakit menular seperti malaria, TBC, IMS dan HIV/AIDS, keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan sejumlah persoalan yang lainnya.
"UP2KP adalah sebuah unit kerja yang hadir di Provinsi Papua guna mempercepat implementasi vis-misi Gubernur Papua dalam menjadikan masyarakat Papua untuk bangkit, mandiri dan sejahtera dalam bidang kesehatan menuju Papua sehat tahun 2018," kata Direktur Eksekutif UP2KP, drg. Aloysius Giyai, M.Kes usai pelantikan pengurus dan peresmian kantor UP2KP di Jalan Baru Kali Acai, Kotaraja, Abepura, Sabtu (12/10/2013).
Aloysius menjelaskan, perhatian utama dari UP2KP merupakan sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan, sebab nantinya akan melakukan pendistribusian tenaga kesehatan di seluruh wilayah Provinsi Papua.
"Unit ini siap menjalin hubungan koordinasi dengan berbagai lembaga di lingkup pemprov Papua maupun menjalin kemitraan strategis dengan sejumlah pihak terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan tugas-tugas unit ini demi merekrut tenaga kerja," ungkapnya.
Kata Giyai, latar belakang dari pembentukan UP2KP adalah keprihatinan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH dan Klemen Tinal, SE, MM atas buruknya derajat kesehatan di tanah Papua.
"Percepatan pembangunan kesehatan Papua dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Maka, kita akan menyiapkan sedikitnya 1.000 dokter umum, 1.000 perawat atau bidan dengan keahlian khusus, 750 Apoteker dan 500 orang dokter spesialis yang berasal dari Papua terutama orang asli Papua dan membangun sistem informasi kesehatan integral melalui bank data kesehatan di tiap kabupaten. Kami juga akan melibatkan para tokoh agama dan tokoh adat, sebab ada penyakit yang tak bisa disembuhkan dengan cara medis, tapi dengan cara adat dan agama," katanya menjelaskan.
Disinggung soal besarnya biaya pada tahun 2013 untuk menangani langkah awal, Aloysius Giyai yang juga Direktur RSUD Abepura ini mengatakan, dana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua sebesar satu milyar.
Sementara itu, dalam sambutan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH menegaskan implementasi dari dana Otonomi Khusus (Otsus) di bidang kesehatan selama sepuluh (10) tahun berjalan mengalami kemunduran yang sangat drastis. Oleh karena itu, lanjut Enembe, dalam kepemimpinnya mencoba untuk merubah kebisuan yang tertinggal jauh ini menuju mandiri dan sejahtera.
"Sepuluh tahun dana Otsus telah gagal di bidang kesehatan, karenanya hampir tiap saat korban berjatuhan di atas tanah Papua yang kaya raya ini," tegas Lukas Enembe.
"Jangan kita tunggu sampai tunda-tunda, tetapi harus ada upaya yang bisa kita laksanakan agar masyarakat Papua sehat dan sejahtera. Sakit tak bisa tunggu, maka hal ini yang kita mau untuk merubah selama kepemimpinan kami," tuturnya.
"Masyarakatku terus meninggal entah karena malaria, kurangnya gizi, tak memiliki hunian yang standar, kekerasan dalam rumah tangga, kriminal baku tikam apalagi para pemuda dibunuh terus oleh militer. Jangan lagi terulang kembali," pungkas Enembe dengan nada tinggi

Papua kekurangan 6.000 tenaga kesehatan

Papua kekurangan 6.000 tenaga kesehatan thumbnail


Provinsi Papua mengalami kekurangan 6.000 tenaga kesehatan. Untuk mengatasinya perlu dibuka sekolah-sekolah kesehatan di wilayah tersebut.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg Jofet Rinta kepada wartawan di Jayapura, Selasa (23/4), seperti dilansir suarapembaruan.com.
“Untuk meningkatkan jumlah tenaga kesehatan, kami mengusulkan dibuka sekolah-sekolah kesehatan di daerah,” ujarnya.
Selain tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan di Papua juga masih minim. Di Kabupaten Yahukimo misalnya, dari 51 distrik, hanya ada enam puskesmas. Demikian juga dari 501 kampung, hanya tersedia 28 puskesmas pembantu (pustu). Oleh karena itu, pihaknya terus mendorong peningkatan infrastruktur pelayanan kesehatan.
Ketika ditanya tentang kasus meninggalnya 62 warga Distrik Samenage seperti yang diungkapkan peraih Yap Thiam Hien Award 2009 Bidang Penegakan Hak Asasi Manusia, Pastor Yohanes Djonga, Jofet mengakui petugas kesehatan tidak berada di tempat, sehingga pasien tidak tertangani dengan baik dan akhirnya meninggal.
Dia mengatakan, setelah mendengar kasus tersebut, dirinya langsung menghubungi kepala Dinas Kesehatan Yahukimo. “Saya langsung merespons setelah dapat email dari Pastor John Djonga. Malam itu juga saya berkomunikasi dengan kepala Dinas Kesehatan Yahukimo untuk segera melakukan investigasi ke kampung tersebut.”
Joset mengatakan untuk mengantisipasi kejadian serupa, Dinas Kesehatan Provinsi Papua telah membantu dana sebesar Rp 4 miliar.
”Kami sudah tegaskan kepada seluruh kepala Dinas Kesehatan di kota dan kabupaten di Papua untuk melakukan revitalisasi posyandu. Khusus untuk Yahukimo, kami bantu dana Rp 4 miliar untuk membayar petugas kesehatan agar mau tinggal di sana,” kata Jofet.

Masih Buta Aksara, 1,9 Juta Warga di Papua


Warga Kabupaten Mulia, Provinsi Papua, saat berangkat ke pasar.
Warga Kabupaten Mulia, Provinsi Papua, saat berangkat ke pasar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan memperingati Hari Aksara Internasional (HAI) ke 47 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, di 16 September 2012 mendatang. Namun menjelang peringatan tersebut, angka tuna aksara atau buta aksara di Indonesia masih cukup tinggi.

Berdasarkan data yang dimiliki Kemendikbud, jumlah buta aksara di Indonesia masih sebanyak 6,7 juta. Jumlah buta aksara ini memang menurun lebih dari 50 persen jika dibandingkan pada 2004 yang sebanyak 15,4 juta orang.

"Kita sudah mengetahui jika masih ada sebanyak 1,9 juta orang di Papua yang tuna aksara," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kemendikbud, Lydia Freyani Hawadi, dalam jumpa pers di kantor Kemendikbud, Jakarta, Kamis (13/9).

Lydia menambahkan pihaknya mencatat masih ada beberapa titik daerah merah dengan jumlah tuna aksara yang cukup tinggi. Daerah tersebut yaitu lima provinsi di Indonesia bagian timur adalah Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain di lima provinsi tersebut, juga terdapat tiga kabupaten dengan jumlah tuna aksara yang tinggi.

Mengenai pemberantasan tuna aksara di Papua, saat ini Pemerintah Provinsi Papua, imbuhnya, sedang menyusun peraturan daerah khusus (Perdasus) tentang pendidikan. Kemendikbud ikut mengawal pembuatan perdasus tersebut untuk melihat komitmennya di bidang pendidikan.

Kemudian akan dibentuk tim khusus di bawah Kemendikbud untuk mengawasi penggunaan dana agar dapat terserap habis. Pasalnya selama ini dana yang diberikan kepada Papua tidak pernah habis.

Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud, Ella Yulaelawati menyatakan,  gerakan juga tengah dibangun di daerah dalam peningkatan keaksaraan.

Selain masalah infrastruktur dan sumber daya manusia, bahasa daerah kerap juga menjadi masalah. Ia mencontohkan di Papua ada banyak sekali bahasa ibu. Apalagi, tambahnya, bahasa ibu di Papua sangat sulit untuk dipelajari, sehingga itu menjadi salah satu kendala memberantas tuna aksara. "Ini masalah ego bahasa saja sebenarnya. Jawa Timur kenapa juga tinggi tuna aksaranya karena ego bahasa di Madura dan daerah tapal kuda," jelasnya.
 
Click Me!
Click Me!
Click Me!
Support : Admin | Admin | Admin
Copyright © 2011. FORUM MASYARAKAT ADAT DUMA DAMA (FMADD) [Moni-Mee Selatan] - All Rights Reserved
Template Created by Admin Published by Yatipai Tebas
Proudly powered by Blogger